gravatar

Ikhsan

Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW mendapat pelajaran penting tentang makna iman, Islam, dan ikhsan dari Malaikat Jibril yang mendatangi beliau dengan menjelma menjadi manusia biasa.

Secara berurutan, Nabi menjawab pertanyaan ujian Malaikat Jibril. Apa yang disebut iman? Nabi menjawab, ''Iman adalah engkau percaya kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab Allah, percaya akan adanya perjumpaan dengan Allah, percaya kepada para rasul, dan percaya adanya hari kebangkitan.'' Apa yang disebut Islam? Nabi menjawab, ''Islam adalah engkau menghamba kepada Allah dan tidak menyekutukannya, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat, dan puasa di bulan Ramadhan.''

Apa arti ikhsan? ''Engkau beribadah kepada Allah dengan kondisi seolah-olah engkau melihatnya dengan mata. Jika tidak, yakinilah bahwa Allah sedang melihatmu,'' demikian jawab Nabi. (HR Bukhari dari Abu Hurairah). Iman, Islam, dan ikhsan adalah satu kesatuan komponen agama Islam yang tak terpisahkan. Ketiga komponen tersebut seharusnya terintegrasi secara berimbang dalam keberislaman seorang Muslim. Dan pengurutan seperti itu bukanlah kebetulan. Iman didahulukan karena ia adalah pokok dari Islam.

Selanjutnya, iman di dalam hati menjadi tidak bermakna jika tidak dimanifestasikan dalam tindakan nyata, yang diimplementasikan dalam Islam. Agama Islam pada diri seorang Muslim harus dibenarkan dengan hati (iman) dan dipraktikkan dengan perbuatan (Islam). Dan ikhsan adalah penyatuan dari iman dan Islam. Artinya, seseorang tidak akan bisa melihat Allah SWT, jika tidak percaya akan Mahawujud-Nya, serta tidak mengamalkan apa yang menjadi perintah dan larangan-Nya. Ikhsan bisa diraih jika iman dan Islam telah menjadi satu kesatuan tak terpisahkan dalam diri seorang Muslim. Sebab, iman tidak bermakna tanpa Islam. Dan Islam tanpa iman akan rapuh.

Namun, ada sebagian ulama yang mendahulukan Islam, kemudian iman, dan ikhsan. Alasannya adalah karena Islam adalah amalan lahir yang rasional, sedangkan iman adalah amalan batin yang suprarasional. Dan ikhsan adalah puncak pencapaian dari keduanya dan melampaui keduanya. Kenapa ikhsan diakhirkan? Hal itu menjadi isyarat bahwa ia adalah hal yang sulit dilakukan. Jika Islam terbatas pada lahiriah, iman terbatas pada batiniah, maka ikhsan tidak terbatas pada keduanya, karena berusaha memfokuskan kesadaran kita akan Allah SWT setiap saat. (Juman Rofarif )
Republika, 08 Januari 2008

gravatar

Mengejar Dunia

Rasulullah SAW bersabda, ''Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada hatinya, memudahkan urusannya dan dunia (yang hina ini) akan datang kepadanya (dengan sendirinya), dan barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan memberikan (rasa) fakir kepadanya, mempersulit urusannya dan dunia tidak akan mendatanginya kecuali apa yang sudah ditetapkan baginya.'' (HR At-Tirmidzi).

Hadis di atas menjelaskan bahwa cara untuk mendapatkan dunia adalah dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir dari perjalanan hidupnya. Ia tidak menjadikan dunia kecuali hanya sebagai tempat untuk mempersiapkan bekal baginya di akhirat kelak. Dengan sikap seperti ini, maka dengan sendirinya dunia akan datang menghampirinya, tanpa ia harus bersusah payah untuk mendapatkannya.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menyaksikan orang yang berusaha keras dan berjuang mati-matian untuk mengejar dunia. Ambisinya untuk mendapatkan dunia menjadikan mata hatinya tertutup, sehingga ia tidak bisa membedakan antara sesuatu yang halal dan yang haram. Waktu yang seharusnya ia gunakan untuk menghadapkan diri kepada Allah dengan beribadah dan beramal saleh ia abaikan begitu saja, sehingga jiwanya gersang dari nilai-nilai spiritual dan mengantarkannya kepada sifat tamak yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang sudah diperolehnya.

Mengapa ia harus berbuat sejauh itu? Bukankah sabda Rasulullah SAW di atas cukup jelas memberitahukan kepada kita bagaimana caranya mendapatkan dunia, yaitu dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir dari perjalanan hidupnya?

Mari kita pertajam mata batin kita dengan melakukan hal-hal positif, kita siram kegersangan jiwa kita dari nilai-nilai spiritual dengan meluangkan waktu kita untuk mengingat Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya, kita hiasi identitas keislaman kita dengan cara menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Maka itu semua akan menjadi magnet yang bisa menarik berbagai atribut dunia dan isinya, sehingga dengan sendirinya dunia akan mendatanginya.

Dengan cara seperti inilah seharusnya kita selaku umat Islam mengejar dan mendapatkan dunia. Wallahu a'lam. (Asep Sulhadi )
Republika, 07 Januari 2008

gravatar

UJIAN

Hidup di dunia laksana sebuah diklat atau sekolah. Untuk melangkah dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi harus melalui serangkaian ujian. Ujianlah yang akan membuktikan sejauh mana kebenaran, dan kesungguhan keimanan kita (QS Al Ankabut [29]: 2-3).

Betapa pentingnya ujian bagi orang beriman sampai-sampai Allah memberikan sindiran kepada orang yang ingin masuk surga tanpa melewati ujian yang berat. ''Apakah kalian mengira akan masuk surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta diguncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, 'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.'' (QS Al-Baqarah [2]: 214).

Ada empat macam ujian yang Allah berikan kepada orang beriman. Pertama, ujian yang berbentuk perintah. Contoh paling ekstrem adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai. Kedua, adalah ujian berbentuk larangan. Contohnya adalah apa yang terjadi pada Nabi Yusuf yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang pembesar Mesir yang mengajaknya berzina.

Ketiga, adalah ujian yang berbentuk musibah, seperti terkena penyakit serta ditinggalkan orang yang dicintai. Nabi Ayub diuji Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya. Delapan belas tahun lamanya ia menanggung penyakit itu.

Keempat adalah ujian melalui pihak ketiga. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Makkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa.

Rasulullah bersabda, ''Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa ridha baginyalah keridhaan Allah, dan barangsiapa marah baginyalah kemarahan Allah.'' (HR At-Tirmidzi).

Mudah-mudahan kita diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi setiap ujian yang diberikan oleh-Nya. Alangkah ruginya orang yang berputus asa dengan ujian yang dihadapinya, tanpa mampu meneladani para nabi dan orang-orang saleh ketika mereka diuji oleh Allah. (Aang Gunawan )
Republika, 05 Januari 2008

gravatar

Rotasi Hidup

Adanya pergantian dalam kehidupan ini merupakan harga yang tidak bisa kita tawar. Ada kehidupan tentunya ada kematian, terangnya siang akan diganti dengan gelapnya malam, ada kalanya kita berada pada posisi yang kita kehendaki tapi adakalanya juga kita harus siap berada pada kondisi yang tidak kita harapkan.

Hal tersebut merupakan wewenang dan hak prerogatif Allah SWT sebagai pengatur jalannya roda kehidupan manusia di muka bumi ini karena tidak seorang pun yang bisa menafikan itu semua. Sebagaimana disinggung dalam firman-Nya, ''Engkau (Allah) masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup ...'' (QS Ali-Imran [3]: 27).

Lebih lanjut Allah SWT menyatakan, ''Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran) dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) [Ali-Imran 3:140]. Ayat tersebut mengisyaratkan kita harus cerdas dalam menilai setiap pergantian yang pada hakikatnya sudah ada dalam skenario-Nya.

Masih banyak manusia yang tidak menyadari arti dari sebuah pergantian dalam hidup. Seringkali kita berontak ketika pergantian tersebut tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Padahal, ibroh (pelajaran) di balik itu semua adalah sebagai ujian bagi kita sudah sampai sejauhmana keimanan kita terhadap Allah seperti disinggung pada ayat di atas. ''Apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan ''kami telah beriman'', sedangkan mereka tidak diuji?'' (Al-Ankabut 29:2).

Ujian tersebut tidak hanya diberikan untuk sebagian orang atau sekelompok kalangan, tapi mencakup semua manusia dan umat Islam khususnya. ''Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.'' (QS Al-Ankabut [29]: 3)

Tak ada yang kekal di dunia ini, selain perubahan itu sendiri. Maka, tawakal dan ikhlas adalah hal utama yang harus dipegang setiap individu. Bertawakal, lalu mengerjakan segala urusan dengan sungguh-sungguh, dan ikhlas terhadap apa yang akan datang dan pergi. Karena dunia hanya tempat 'mampir' semata. (Yunan Nasution )
Republika, 04 Januari 2008

gravatar

Hujan

Allah SWT berfirman, ''Ingatlah ketika ia membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari pihak-Nya kepada kamu. Dan menurunkan hujan kepadamu dari langit guna membersihkan dirimu dengan itu, dan menghilangkan noda setan, memperteguh hatimu dan menapakkan kakimu kuat-kuat.'' (QS al-Anfal [8]: 11).


Ayat di atas sangat inspiratif akan pentingnya hidup tenteram. Seperti datangnya kantuk yang bikin manusia cepat tertidur. Begitupun ketika setelah sekian lama kita merasakan musim kemarau, lalu Allah SWT menurunkan hujan. Sungguh itu nikmat yang menyejukkan dan menenteramkan penghuni bumi. Turunnya hujan ini dapat membersihkan manusia dari berbagai polutan atau kotoran yang menempel selama ini. Sebab, air itu adalah zat pelarut yang sangat baik. Diketahui, satu molekul air terdiri atas satu atom oksigen yang besar (bermuatan positif) ditempeli dua atom hidrogen yang kecil (bermuatan negatif). Karenanya, bagian oksigen molekul air tersebut masih dapat menarik atom hidrogen dari molekul air lainnya, termasuk zat-zat kimia lain.


Selain sebagai pelarut yang baik, air juga termasuk makanan yang sangat penting bagi manusia, setelah oksigen dari udara untuk bernapas. Faktanya, tiap bagian tubuh manusia mengandung air --tulang 25-30 persen, kulit 70 persen, gigi 19 persen, otot 75 persen, jaringan syaraf 85 persen, dan darah 92 persen. Begitu pula halnya agar kita terlindung dari godaan setan dan untuk menyucikan diri, kita diperintahkan berwudlu menggunakan air. Tujuannya, agar kita ada dalam keadaan bersih dan suci sewaktu mendirikan shalat atau mengkaji ayat-ayat Alquran.


Lebih dari itu, yang pasti air yang turun dari langit adalah air yang bersih dan berguna menyuburkan tanah, untuk memberi minum kepada sebagian besar makhluk hidup, seperti yang tersirat dalam QS Al-Furqan [25]: 48-49, ''Dan Dialah yang mengirimkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului rahmat-Nya, dan Kami menurunkan air yang bersih dari langit. Dengan itu Kami hidupkan negeri yang sudah mati, dan Kami beri minum segala yang Kami ciptakan, hewan ternak dan manusia yang banyak.''


Jadi, sesungguhnya Allah SWT menurunkan hujan itu sebagai rahmat. Tak layak bagi kita untuk menggerutu bila hujan datang. Bila kemudian di beberapa daerah ada terjadi bencana banjir, semata-mata adalah akibat rusaknya alam pelindung air oleh tangan-tangan manusia yang serakah. Hujan, sejatinya, adalah bahan perenungan yang baik bagi kita. (Arda Dinata )


Republika, 03 Januari 2008

gravatar

Hujan

Allah SWT berfirman, ''Ingatlah ketika ia membuat kamu mengantuk untuk memberi ketenteraman dari pihak-Nya kepada kamu. Dan menurunkan hujan kepadamu dari langit guna membersihkan dirimu dengan itu, dan menghilangkan noda setan, memperteguh hatimu dan menapakkan kakimu kuat-kuat.'' (QS al-Anfal [8]: 11).

Ayat di atas sangat inspiratif akan pentingnya hidup tenteram. Seperti datangnya kantuk yang bikin manusia cepat tertidur. Begitupun ketika setelah sekian lama kita merasakan musim kemarau, lalu Allah SWT menurunkan hujan. Sungguh itu nikmat yang menyejukkan dan menenteramkan penghuni bumi. Turunnya hujan ini dapat membersihkan manusia dari berbagai polutan atau kotoran yang menempel selama ini. Sebab, air itu adalah zat pelarut yang sangat baik. Diketahui, satu molekul air terdiri atas satu atom oksigen yang besar (bermuatan positif) ditempeli dua atom hidrogen yang kecil (bermuatan negatif). Karenanya, bagian oksigen molekul air tersebut masih dapat menarik atom hidrogen dari molekul air lainnya, termasuk zat-zat kimia lain.

Selain sebagai pelarut yang baik, air juga termasuk makanan yang sangat penting bagi manusia, setelah oksigen dari udara untuk bernapas. Faktanya, tiap bagian tubuh manusia mengandung air --tulang 25-30 persen, kulit 70 persen, gigi 19 persen, otot 75 persen, jaringan syaraf 85 persen, dan darah 92 persen. Begitu pula halnya agar kita terlindung dari godaan setan dan untuk menyucikan diri, kita diperintahkan berwudlu menggunakan air. Tujuannya, agar kita ada dalam keadaan bersih dan suci sewaktu mendirikan shalat atau mengkaji ayat-ayat Alquran.

Lebih dari itu, yang pasti air yang turun dari langit adalah air yang bersih dan berguna menyuburkan tanah, untuk memberi minum kepada sebagian besar makhluk hidup, seperti yang tersirat dalam QS Al-Furqan [25]: 48-49, ''Dan Dialah yang mengirimkan angin sebagai kabar gembira yang mendahului rahmat-Nya, dan Kami menurunkan air yang bersih dari langit. Dengan itu Kami hidupkan negeri yang sudah mati, dan Kami beri minum segala yang Kami ciptakan, hewan ternak dan manusia yang banyak.''

Jadi, sesungguhnya Allah SWT menurunkan hujan itu sebagai rahmat. Tak layak bagi kita untuk menggerutu bila hujan datang. Bila kemudian di beberapa daerah ada terjadi bencana banjir, semata-mata adalah akibat rusaknya alam pelindung air oleh tangan-tangan manusia yang serakah. Hujan, sejatinya, adalah bahan perenungan yang baik bagi kita. (Arda Dinata )
Republika, 03 Januari 2008

gravatar

Renungan Awal Tahun

Begitu manusia lahir di dunia secara normal, baik fisik maupun dari hasil proses pernikahannya, tak ada manusia di sekelilingnya yang tidak senang dan gembira. Semua menyambutnya dengan suka ria. Tetangga, kerabat, dan famili mengucapkan selamat. Ayah dan ibunya memelihara dengan penuh kasih sayang. Siang dan malam memperhatikan pertumbuhannya.

Tak terasa sampailah pada usia dewasa mengenal kehidupan dunia. Sungguh indah, bumi dipenuhi manusia beraneka suku, bangsa, dan ras, dihiasi tumbuh-tumbuhan yang berbunga dan berbuah. Beraneka ragam warna-warninya. Juga dilengkapi dataran tinggi dan rendah. Langit pun dihiasi bintang-bintang yang gemerlap, sinar rembulan yang menambah keindahan hidup. Sinar matahari pun menyebar di bumi menyempurnakan kehidupan manusia. Semuanya diatur sempurna oleh Yang Mahasempurna.

Manusia normal, baik yang miskin maupun yang kaya, rasanya tidak mau berpisah dengan kehidupan dunia. Barangkali karena pesona hiasan dan keindahannya. Apalagi jika dianugerahi keturunan dan harta kekayaan, lupa akan kehidupan sesudahnya.

Namun manusia kerapkali tidak menyadari bahwa kehidupan dunia hanya merupakan transit dari kehidupan alam rahim ke alam sesudahnya, yaitu alam barzah dan akhirat. Banyak manusia yang terlena dalam kehidupan dunia, karena memang kehidupan dunia merupakan perhiasan dalam permainan. Tidak sedikit manusia asyik dengan kehidupan dunia.

Padahal kehidupan dunia pada hakikatnya sangat singkat, seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya Surat Alkahfi ayat 45-46, ''Dan buatlah perumpamaan bagi mereka! Perumpamaan kehidupan dunia bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit. Maka bercampurlah dengan air, tumbuh-tumbuhan bumi dan menjadi subur karenanya. Kemudian tumbuh-tumbuhan menjadi kering terserap angin dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah hiasan kehidupan dunia. Dan amal-amal yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta sebaik-baik harapan.''

Jika kita gunakan akal kita untuk berpikir tentang kehidupan dunia, maka betapa singkatnya, bagaikan air turun dari langit jatuh ke bumi. Air menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan tumbuhan dalam masa tertentu kering terserap angin, maka rusaklah tumbuh-tumbuhan. Di manakah hakikat air yang jatuh? Itulah gambaran kehidupan dunia.

Allah menjelaskan bahwa amal perbuatan yang kekal lagi saleh itu lebih baik pahalanya di sisi-Nya serta sebaik-baik harapan untuk masa depan di akhirat. Maka di awal tahun ini, mari kita tekadkan diri untuk menggunakan sisa umur kita dengan sebaik-baiknya. Karena kita tak tahu, apakah masih bisa menyaksikan pergantian tahun di akhir Desember mendatang. (KH Muhammad Zuhdi AG )
Republika, 02 Januari 2008